Sabtu, Oktober 24

Ekonomi Politik Klasik


1. Pengertian Ekonomi Politik Klasik

Pendekatan klasik menyatakan bahwa pasar memiliki kemampuan untuk mengelola dirinya sendiri dalam artian kuat (strong sense) dimana pandangan seperti ini seringkali dijadikan dasar untuk melaksanakan kebijakan pasar bebas, yang tidak kalah pentingnya untuk dikemukakan adalah bahwa para teoritisi klasik ini adalah yang pertama kalinya memandang perekonomian sebagai sebuah sistem yang secara prinsip terpisah dari politik dan rumah tangga.
Argumen yang mereka ajukan untuk konsep pasar yang mengatur dirinya sendiri mengatakan bahwa sistem pasar adalah sebuah realita yang akan tercipta dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia, dimana pasar memiliki hubungan dengan negara tapi pasar bukan organ bawahan dari negara. Ide ini adalah sebuah inovasi dimasa itu yang diajukan oleh ekonomi politik beraliran klasik.

a. Ekonomi Politik Menurut Adam Smith ( 1723-1790)

Smith adalah seorang guru besar dalam ilmu filsafat yang kemudian tertarik dengan paham naturalis. Pengalamannya, dari sekolah yang dilaluinya, maupun dari perkenalan dengan cendekiawan besar pada zamannya (terutama dalam perjalanannya ke Eropa), makin mematangkan gagasannya tentang filsafat ekonomi yang dikembangkannya kemudian. Menurut Smith perilaku manusia mempunyai motif cinta terhadap diri sendiri, simpati, ingin merdeka, rasa sopan- santun, senang bekerja dan senang untuk saling tukar-menukar. Inilah landasan pembahasan teori-teori Adam Smith.
Sistem ekonomi yang mengoperasionalkan dasar-dasar itu adalah ekonomi dengan persaingan bebas, yang diatur oleh tangan yang tersembunyi. Pemerintah bertugas dalam bidang keamanan yang melindungi rakyatnya, menegakkan keadilan, dan menyiapkan prasarana dan kelembagaan umum. Proteksi dalam berbagai kegiatan ekonomi ditiadakan, monopoli dihapuskan, dan setiap orang tahu apa yang terbaik untuk dirinya dan apa yang sebaiknya dipertukarkan bagi orang lain, sehingga kekayaan bangsa dapat meningkat.
Teori nilai yang digunakan Smith adalah teori biaya produksi, walaupun semula dia menggunakan teori nilai-nilai tenaga kerja. Barang mempunyai nilai guna dan nilai tukar. Biaya produksi menentukan harga relatif barang, sehingga tercipta dua macam harga, yakni harga alamiah dan harga dasar. Dalam jangka panjang harga pasar akan cenderung menyamai harga alamiah. Namun demikian, dengan teori nilai tersebut, timbul persoalan diamond-water paradox.
Adam Smith telah merintis teori produksi dan distribusi fungsional. Sumber kekayaan bangsa adalah lahan, tenaga kerja yang keterampilannya berbeda-beda dan modal. Dengan demikian, timbul persoalan pembagian pendapatan yakni upah untuk pekerja, laba bagi pemilik modal dan sewa untuk tuan lahan. Namun, dalam pembahasan Smith belum terlihat masalah konflik, oleh karena dasar persaingan yang harmoni. Dalam pembahasan telah disinggung kemungkinan tingkat sewa akan meningkat, sedangkan tingkat upah menurun. Dengan anggapan berlaku dana-upah dan lahan lama kelamaan menjadi kurang subur, sedang dengan persaingan tingkat laba menurun akhimya kegiatan ekonomi mencapai tahap stationer.
Smith berpendapat bahwa pembagian kerja sangat berguna dalam usaha meningkatkan produktivitas. Pembagian kerja akan mengembangkan spesialisasi. Pertambahan penduduk berarti meningkatkan tenaga kerja, dan hal ini akan meningkatkan permintaan dan perluasan pasar dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, pembagian kerja juga mempunyai kerugian sosial, oleh karena suasana kerja yang monoton. Beberapa pemikiran Smith mengalami ketidaktaatan asas, dan justru hal ini menjadi tugas ahli-ahli dan pemikir berikutnya untuk memperbaiki, dan mengembangkannya.
b. Ekonomi Politik Menurut Thomas Robert Malthus (1766-1834)

Malthus menyanggah pendapat bahwa manusia itu dilahirkan sempurna, tetapi lingkunganlah yang membuatnya menjadi jahat dan miskin. Untuk membantah hal itu Malthus menulis buku. Tetapi karena buku ini berisi tesis kependudukan tanpa bukti-bukti empiris, maka pada edisi berikutnya tujuan, metodologi dan, data dilengkapinya. Tesis Malthus menjadi kontroversi.
Menurut Mathus pertambahan penduduk menurut deret ukur sedangkan bahan pangan meningkat menurut deret tambah. Pertumbuhan penduduk dibatasi melalui positive check, negative cheek serta kendali moral. Secara empirik, tesis Malthus tidak terbukti, oleh karena peranan teknologi terabaikan. Namun demikian, bukan berarti tesis Malthus tidak terpakai, malahan kembali mendapat kajian di negeri- negeri yang sedang berkembang dalam usaha pengendalian pertumbuhan penduduk.

c. Ekonomi Politik Menurut David Ricardo (1817)

Ricardo datang dengan tekanan cakupan ilmu ekonomi pada aspek distribusi fungsional. Ilmu ekonomi mencari hukum-hukum yang menjelaskan kekuatan- kekuatan yang mengatur distribusi. Selaku teoritisi dan juga anggota parlemen Ricardo ikut mempengaruhi keputusan kebijakan ekonomi seperti untuk mengatasi bullion-controversy, corn-laws controversy. Melalui teori distribusi, Ricardo menyatakan bahwa dengan proteksi gandum, bukan petani dan tenaga kerja yang mendapatkan benefit, tetapi tuan tanah. Tingkat sewa lahan makin tinggi, karena harga gandum yang tinggi. Jadi bukan karena sewa yang tinggi yang menyebabkan harga gandum baik, tetapi sebaliknya.
Ricardo menggunakan teori nilai tenaga kerja untuk menjelaskan teori nilai, karena diperlukan satu tolok-ukur yang tidak berubah, untuk mengukur nilai barang-barang yang lain. Asumsi-asumsi teori Ricardo masih menggunakan, beberapa asumsi Smith, dan mempertegas asumsi tambahan, seperti koefisien tetap penggunaan tenaga kerja dan modal, uang netral. Baik Ricardo, maupun Malthus menjelaskan bahwa keadaan ekonomi akan, sampai pada kondisi stasioner.
Salah satu sumbangan terbesar Ricardo dalam teori ekonomi Klasik adalah teori perdagangan internasional melalui keuntungan perbandingan biaya (comparative-cost). Hal ini pun berdasarkan adanya spesialisasi antara negara. Ukurannya bukan dalam hal perbedaan biaya, dan perbedaan absolut biaya, tetapi perbedaan dalam biaya komparatif. Namun demikian timbul kesulitan untuk menjelaskan jumlah barang dan keuntungan yang diperoleh masing-masing negara yang berdagang, karena faktor permintaan tidak diperhitungkan.

2. Ruang Lingkup Ekonomi Politik Klasik

Adam Smith dengan landasan kepentingan pribadi dan kemerdekaan alamiah mengritik pemikiran ekonomi sebelumnya yang tidak sesuai dengan landasan itu. Landasan itu dengan jelas dipengaruhi oleh John Locke dan juga pandangan kaum Fisiokrat. Kebebasan individulah yang menjadi inti pengembangan kekayaan bangsa, dengan demikian politik ekonomi Klasik tetap mempertahankan laissez faire.
Pandangan-pandangan para pemikir dalam aliran Klasik tidaklah homogen, masih terjadi perbedaan pandangan terhadap perilaku variabel-variabel ekonomi yang mereka bahas. Misalnya Smith lebih menekankan aspek kekayaan yang berlimpah, sedangkan Malthus penuh kekuatiran pertambahan penduduk yang lebih cepat dan Ricardo lebih tertarik kepada teori distribusi kekayaan sedangkan Mill telah mulai berorientasi kepada pemikiran-pemikiran sosialis.
Anggapan klasik juga menyangkut tentang mekanisme pasar adalah dimana para ahli ekonomi mengatakan bahwa pasar akan tegak dan bekerja dengan baik apabila tidak ada campur tangan pemerintah karena percaya bahwa campur tangan yang terlalu banyak oleh pemerintah justru bisa menyebabkan perekonomian mengalami distorsi yang ujung-ujungnya hanya akan menimbulkan terjadinya inefiensi. Karena campur tangan pemerintah lebih sering mengganggu jalannya perekonomian.
Seperti pepatah mengatakan, tidak ada gading yang tak retak, maka demikian jugalah yang dialami para pemikir ekonomi Klasik. Berbagai kritik diajukan oleh ahli-ahli lainnya. Kritik itu antara lain datang dari Lauderdale, Sismondi, List, Muller dan Marx, dan pemikir ekonomi sosialis lainnya.

3. Prinsip – Prinsip Ekonomi Politik Klasik

Adam Smith sebagai tokoh aliran klasik menyatakan pendapatnya dalam bukunya yang berjudul ”Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations” yaitu: ”Pekerjaan yang dilakukan suatu bangsa adalah modal yang membiayai keperluan hidup rakyat itu pada asal mulanya, dan dengan hasil-hasil pekerjaan tersebut dapat dibeli keperluan-keperluan hidupnya dari luar negeri.” Kapasitas produktif daripada kerja selalu bertambah dikarenakan adanya pembagian kerja yang makin mendasar dan rapi.
Adam Smith menjelaskan keuntungan adanya pembagian kerja dengan memberikan contoh sebuah pabrik jarum. Di dalam pabrik jarum tersebut seorang buruh secara pasti dapat membuat 20 buah jarum sehari. Dari hasil kunjungan Smith atas suatu pabrik jarum yang telah melakukan pembagian pekerjaan, ternyata 10 orang buruh dapat membuat 48.000 buah jarum, dengan pembagian pekerjaan yaitu ada yang khusus menarik kawat, ada yang khusus memotongnya dan ada yang khusus meruncingkan jarumnya, serta lainnya. Dari keadaan tersebut dapat dikemukakan bahwa pembagiaan pekerjaan yang dilaksanakan itu dapat mempertinggi hasil produksi setiap buruh dari 20 buah menjadi 4800 buah jarum atau meningkatkan sebanyak 240 kali lipat.
Pembagian pekerjaan sering dibedakan menjadi dua pengertian, yang pertama adalah membagi pekerjaan menjadi sederhana sehingga semua buruh dengan tingkat keahlian tertentu dapat melakukan pekerjaan. Pengertian yang kedua adalah pembagian pekerjaan bersusun yang membagi pekerjaan suatu kegiatan produksi menjadi beberapa bagian. Di dalam perkembangannya, konsep pembagian pekerjaan terus berkembang dan terarah kepada kegiatan pekerjaan yang terspesialisasikan, dan di dalam kegiatan produksi yang lebih modern terjadi pembagian pekerjaan sistem ban berjalan (”conveyor system”).
Produksi masal mobil oleh Ford sendiri juga terinspirasi dari konsep pembagian pekerjaan, sehingga ongkos produksi semakin murah. Dengan ongkos produksi yang lebih efisien, harga yang ditawarkan dapat lebih kompetitif dengan produk lain. Saat ini konsep pembagian pekerjaan telah digunakan secara luas di hampir seluruh sektor industri.

Keuntungan pembagian pekerjaan adalah:
1. Setiap orang dapat melakukan pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya.
2. Dapat meningkatkan pengetahuan di dalam pekerjaan tersebut sehingga lebih mantap.
3. Orang yang bersangkutan mengerjakan pekerjaan yang sama secara berkelanjutan sehingga dapat menghindarkan kehilangan waktu, ini berarti semakin efisien.
Pemikiran mengenai nilai oleh kaum klasik masih relevan dengan perkembangan dunia saat ini. Sebagai contohnya di Indonesia yang memiliki masalah dalam penentuan harga jual beberapa BUMN yang dianggap terlalu murah.
Pandangan Adam Smith atas konsep nilai dibedakan menjadi 2 yaitu nilai pemakaian dan nilai penukaran. Hal ini menimbulkan paradok nilai, yaitu barang yang mempunyai nilai pemakaian (nilai guna_ yang sangat tinggi, misalnya air dan udara, tetapi mempunyai nilai penukaran yang sangat rendah. Malahan boleh dikatakan tidak mempunyai nilai penukaran. Sedangkan di sisi lain barang yang nilai gunanya sedikit tetapi dapat memiliki nilai penukaran yang tinggi, seperti berlian. Hal ini baru diselesaikan oleh ajaran nilai subyektif.
David Ricardo (1772-1823) seorang tokoh aliran klasik menyatakan bahwa nilai penukaran ada jikalau barang tersebut memiliki nilai kegunaan. Dengan demikian sesuatu barang dapat ditukarkan bilamana barang tersebut dapat digunakan. Seseorang akan membuat sesuatu barang, karena barang itu memiliki nilai guna yang dibutuhkan oleh orang. Selanjutnya David Ricardo (1772-1823) juga membuat perbedaan antara barang yang dapat dibuat dan atau diperbanyak sesuai dengan kemauan orang, di lain pihak ada barang yang sifatnya terbatas ataupun barang monopoli (misalnya lukisan dari pelukis ternama, barang kuno, hasil buah anggur yang hanya tumbuh di lereng gunung tertentu dan sebagainya). Dalam hal ini untuk barang yang sifatnya terbatas tersebut nilainya sangat subyektif dan relatif sesuai dengan kerelaan membayar dari para calon pembeli. Sedangkan untuk barang yang dapat ditambah produksinya sesuai dengan keinginan maka nilai penukarannya berdasarkan atas pengorbanan yang diperlukan.
David Ricardo (1772-1823) mengemukakan bahwa berbagai kesulitan yang timbul dari ajaran nilai kerja:
1. Perlu diperhatikan adanya kualitas kerja, ada kualitas kerja terdidik dan tidak terdidik, kualitas kerja keahlian dan lain sebagainya. Aliran yang klasik dalam hal ini tidak memperhitungkan jam kerja yang dipergunakan untuk pembuatan barang, tetapi jumlah jam kerja yang biasa dan semestinya diperlukan untuk memproduksi barang. Dari situ maka Carey kemudian mengganti ajaran nilai kerja dengan ”teori biaya reproduksi.”
2. Kesulitan yang terdapat dalam nilai kerja itu bahwa selain kerja masih banyak lagi jasa produktif yang ikut membantu pembuatan barang itu, harus dihindarkan

4. Contoh Kasus Kebijakan Ekonomi Politik Klasik

Misalnya menyangkut pasar bebas yang ada di 4 wilayah ( Batam . Karimun . Natuna Dan Bintan ). Pemerintah memberikan kebesana untuk mengatur sendiri penjualan yang ada didaerah tersebut tanpa ada campur tangan dari pemerintah
Ada lagi misalnya penentuan suku bunga bank Swasta maupun negeri . Pihak Bank bebas menentukan suku Bunganya sendiri tetapi ada margin atau batasan dari Bank Indonesia sehingga suku bunga itu tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah ini adalah salah satu contoh kebijakan Ekonomi Politik Klasik karena pemerintah tidak turut mencampuri masalah penentuan suku bungan ini.
>

0 komentar:

Posting Komentar

 

Pengetahuan. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com